Belakangan banyak teman yang bertanya soal perkariran, padahal biasanya saya didatangi dengan pertanyaan-pertanyaan percintaan. Tapi ya, memang perkariran dan percintaan nggak banyak bedanya. Sama-sama butuh komitmen, sama-sama butuh komunikasi, sama-sama punya batas waktu juga. Nah, kalau orang pacaran biasanya nanya
'Gue pengen putus, tapi gue masih sayang', dalam perkariran bermodifikasi jadi
'Gue mau resign! Gue suka kerjaan gue, gue cuma gak suka kantor gue'. Lalu bagaimana solusinya?
So, before you click the send button on your resigning email, take some time to consider these things.
Setiap masalah pasti punya faktor penarik dan pendorong, termasuk saat kegalauan untuk
resign muncul. Mari kita bicarakan faktor pendorongnya terlebih dahulu. Menurut survey yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, alasan utama karyawan meninggalkan kantor bukanlah masalah gaji. Jika kita ambil tiga alasan mayoritas orang mengundurkan diri, mereka adalah
bermasalah dengan rekan kerja, kurangnya apresiasi dari atasan, dan jarak antara tempat tinggal dan lokasi bekerja terlalu melelahkan.
Seberapa sering kamu mengumpat teman kerjamu dengan kata-kata: '
bisa kerja gak sih?!' Padahal ya, karena sudah melewati proses seleksi, diharapkan rekan kerja punya kompetensi sesuai jabatannya masing-masing. Tapi jangan kamu lupakan kata-kata sakti mandraguna
'mungkin dia lagi proses adaptasi'. Setiap orang punya kemampuan yang berbeda saat beradaptasi, jadi daripada memaki, lebih baik mengingatkan jadi bisa sama-sama belajar. Cuma ya, kalau udah lewat masa
probation masih nggak bisa kerja, mungkin ada yang salah dengan teman kerjamu. Jangan-jangan dia mau
resign! Btw, teman kerja yang gak bisa diajak diskusi juga bikin keki, loh!
Adalah kodrat manusia untuk suka diperhatikan dan diapresiasi. Makanya kita suka murka kalau pacar mulai sibuk main Onmyoji Arena daripada ngobrol ma kita. Jangan salah, dicuekin pacaran sedihnya gak seberapa. Tapi dicuekin atasan, itu memilukan. Jaman kerja di majalah remaja dulu, saya suka sengaja typo untuk melihat apakah artikel saya melewati proses pengeditan dengan seksama. Karena seringkali artikel saya terbit apa adanya.
'Mungkin bosnya dah percaya ma hasil kerja lo', begitu biasanya teman-teman berkilah. Benar, hal ini tidak akan menjadi masalah kalau tujuan kamu bekerja adalah lembaran rupiah dibanding peningkatan kualitas sebagai profesional. Asiknya sih, kalau begini gak usah dimasukin hati. Mungkin emang bosnya lagi pilih kasih. Asal jangan pilih kasih soal gaji.
Jargon
jarak bukanlah penghalang tidak pernah berhasil baik dipercintaan maupun diperkariran. Udah, putusin aja!
Terus jadinya gimana nih? Resign nggak? Oke, jika kamu mengalami hal tersebut di atas, dan sudah tidak berselera ngeliat kerjaan, inilah saatnya untuk
resign. Tapi, jika kamu masih semangat bikin planning, senang pas ngerjain assignment, gak sabar nunggu hari Senin buat
optimizations, ada baiknya isu-isu di atas kamu bicarakan pada atasan atau HRD. Walau ujung-ujungnya cuma disuruh sabar, seenggaknya mereka udah tau
concern kamu apa. Dan sewaktu-waktu email pengunduran diri datang, mereka nggak kaget.
Cari kerja memang susah, nganggur bikin gelisah, tapi kamu berhak untuk
resign karena rejeki udah ada jatahnya. Lalu faktor penariknya apa? Mari kita bahas dipertemuan berikutnya.
Comments
Post a Comment