Read This When You Want To Give Up

 I keep listing the reasons why I can't kill myself. And each day it gets shorter. Still, I live. Liking my job, taking care of others, set goals, and actually achieved it. All while still wanna die. So I try to understand, what's exactly in my brain. What's I'm looking for. What's the drive that gets me up every morning. Why I'm in constant pain. Maybe I'm just dramatic, a little bit melancholy. I know what I want is for the pain to stop. And I need to know where the bleeding is to stop it. What and who hurts me. Or No matter what and who, when and how, I need to accept and forgive. Forgive that I can't change the past, I can't change people. Accept that I only can control myself. To tough up and not let it hurts. Maybe this is not about me. Maybe the what and the who weren't aware that they hurt me. It's like a circle. While they tried to protect themselves, they unintentionally hurt others. The fact that I wanna die since 4th grade and sti

Kesuksesan yang Berbeda



Saya sering bertanya pada narasumber manapun, 'apa sih arti kesuksesan buat kalian/kamu?' Dan tidak pernah mendapat satu jawaban yang sama. Selalu beragam, selalu unik, selalu mengundang tanda tanya lain. Tidak sekalipun saya berpikir pertanyaan itu akan ditujukan kepada saya, dengan lebih spesifik. 'Sebagai muslimah, apa sih kesuksesan untuk mu? Dan bagaimana kamu meraihnya?'

Saya tidak menyukai pertanyaaan yang ditujukan pada saya. Saya tidak suka pertanyaan. Karena jawaban saya tidak akan sederhana. Jawaban saya akan mempertanyakan cara hidup saya selama ini. Iya, saya muslimah. Bukan karena terlahir ditengah keluarga yang kebetulan berIslam. Namun juga karena setiap kali selalu meneguhkan hati bahwa saya muslimah.

Sebagai muslimah, apa kesuksesan yang saya tuju? Apakah saya diharapkan menjawab ridho Allah? Atau saya boleh sedikit manusiawi dan bilang kesuksesan yang saya tuju hanyalah berupa kebahagiaan dan kecukupan. Karena saya tidak pernah merasa cukup. Ini bukan soal mengumpulkan materi secara melimpah. Apalagi soal bersolek di depan manusia lain. Saya hanya tidak pernah bisa merasa cukup akan diri saya dan apa yang sudah saya lakukan. Dan bagaimana saya bisa merasa bahagia jika saya tidak pernah merasakan bentuk kebahagiaan itu?

Masalahnya, seringkali ridho Allah itu adalah sesuatu yang abstrak. Bagaimana kamu tahu jalan hidupmu telah diridhoi? Jika sedang terpikir seperti itu, saya lantas mengingat satu postingan Facebook yang saya buat: balasan dari kebaikan adalah kebaikan lainnya. Ini saya artikan sebagai: jika ibadah saya diridhoi Allah, Dia akan menggerakan hati saya untuk terus beribadah lagi. Saat Allah menggerakan hati, maka sholat bukanlah perkara sulit.

Ada episode dalam hidup saya di mana saya membuat permusuhan dengan Allah, karena saya membuat permusuhan dengan Papa Mama. Namun cuma saya yang berada di pihak yang kalah. Ketika akhirnya saya melembutkan hati, menangis bermalam-malam dalam tidur, ketika akhirnya berteman kembali dengan Papa Mama, saya merasa Allah meridhoi saya. Karena segala rencana saya untuk Papa Mama dimudahkan dan diwujudkan.

Jadi mungkin kesuksesan saya bukanlah menjadi idola. Atau pemikir yang bijaksana. Atau harta yang tak ada habisnya. Mungkin kesuksesan saya adalah menundukkan hawa nafsu dan memaafkan orang-orang yang sadar atau tidak melukai saya, termasuk diri saya sendiri.

Mungkin kesuksesan saya adalah, saya mampu bertahan hidup.