Apa Kabar, Bo?

  Apa kabar, Bo? Kemarin saya ke Gramedia. Sanctuary saya pas jaman SD. Dulu waktu Hero Swalayan masih ada di Gatot Subroto. Biasanya saya ke sana setelah ngumpulin duit jajan seminggu dan bisa buat beli komik. Ngga seperti sekarang, dulu banyak komik yang sampul plastiknya terbuka, jadi saya puas-puasin baca sebelum akhirnya beli cuma satu.  Jaman itu majalah Bobo tidak setipis sekarang. Apalagi pas edisi khusus, tebalnya bisa ngalahin kamus. Hahaha, bercanda ya, Bo. Bobo benar-benar teman bermain dan belajar saya, ada beberapa dongeng dunia yang sampai detik ini saya masih ingat. Ada juga dongeng lokal yang jadi favorit saya. Mungkin penulis Bobo sudah lupa, ada sebuah cerpen, yang memuat cerita ibu petani yang asik bekerja hingga anaknya kelaparan. Saya ingat ada syairnya: tingting gelinting, perutku sudah genting, kelaparan mau makan. Saya kemudian meniru syair tersebut dan dimarahin Mama. Beliau bilang, ngga pantas didenger orang. Oh ya, Bo. Mama adalah orang yang berjasa...

lluvia #14

Tears never means that u re weak.
Laksana hujan yang bergemuruh. Membiarkan awan menumpahkan muatannya.
Saya memutuskan pergi. Bukan karena tak punya nyali. Atau bosan berharap sendiri. Apalagi karena caci maki orang orang dengki.
Saya memutuskan pergi. Anggaplah mengejar mimpi. Anggaplah memuaskan keinginan hati. Yang pasti waktu saya sudah terhenti di sini.
Banyak yang berkeluh kesah ketika hujan menyapa. Banyak yang merasa tertawan dari dunianya. Dan pelangi tidak lantas menyambut begitu hujan reda. Banyak pula yang menentang hujan. Berlari sambil merutuki di bawahnya. Tidak rela waktunya terbuang percuma.
Saya memilih duduk menatapi hujan. Mendengarkan ia menyampaikan pesan: istirahatlah sejenak, dari dunia yang membuat penat. Dari dirinya yang tak pernah melihat.
Saya sedih, that kind of sadness when u have to let go something to pursue ur dream.
Tuan, saya rindu.

Published with Blogger-droid v2.0.9