Apa Kabar, Bo?

  Apa kabar, Bo? Kemarin saya ke Gramedia. Sanctuary saya pas jaman SD. Dulu waktu Hero Swalayan masih ada di Gatot Subroto. Biasanya saya ke sana setelah ngumpulin duit jajan seminggu dan bisa buat beli komik. Ngga seperti sekarang, dulu banyak komik yang sampul plastiknya terbuka, jadi saya puas-puasin baca sebelum akhirnya beli cuma satu.  Jaman itu majalah Bobo tidak setipis sekarang. Apalagi pas edisi khusus, tebalnya bisa ngalahin kamus. Hahaha, bercanda ya, Bo. Bobo benar-benar teman bermain dan belajar saya, ada beberapa dongeng dunia yang sampai detik ini saya masih ingat. Ada juga dongeng lokal yang jadi favorit saya. Mungkin penulis Bobo sudah lupa, ada sebuah cerpen, yang memuat cerita ibu petani yang asik bekerja hingga anaknya kelaparan. Saya ingat ada syairnya: tingting gelinting, perutku sudah genting, kelaparan mau makan. Saya kemudian meniru syair tersebut dan dimarahin Mama. Beliau bilang, ngga pantas didenger orang. Oh ya, Bo. Mama adalah orang yang berjasa...

lluvia #7

Kadang, saat hujan turun deras seperti ini, ada kelebatan bayangan tentang gadis itu. Tentang kenapa ia selalu menatap ku. Tentang entah yang mana dirinya yang sebenarnya.

Tangguh? Manja? Manipulatif? Brutally honest? Free will person? Keras kepala? Kekanak-kanakan? Yang mana? Ia selalu muncul dihadapan ku dengan beragam emosi yang ia inginkan. Tak pernah sekali pun peduli pada pandangan mencibir orang lain.

Baginya hanya ada aku. Benarkah? Walaupun tak tergerak hati ini untuknya? Walaupun dengan jelas ku katakan aku tidak peduli padanya? Benarkah? Benarkah demikian atau aku hanya bagian dari kegilaannya sementara.

Begitu ia merasa bosan dengan ku, akan dicarinya sosok lain lagi. Aku sulit merasakan perasaan yang ia teriak-teriakan. Aku tak merasa ia menyayangiku. Ia cuma menginginkan ku ada.

Dan aku memang ada. Tapi tidak pernah untuk dia. Kami, tidak ditakdirkan bersama. Gadis itu, hanya bisa berangan-angan bagaimana rasanya terbangun di sisi ku sehabis hujan seperti malam ini.

Comments