Apa Kabar, Bo?

  Apa kabar, Bo? Kemarin saya ke Gramedia. Sanctuary saya pas jaman SD. Dulu waktu Hero Swalayan masih ada di Gatot Subroto. Biasanya saya ke sana setelah ngumpulin duit jajan seminggu dan bisa buat beli komik. Ngga seperti sekarang, dulu banyak komik yang sampul plastiknya terbuka, jadi saya puas-puasin baca sebelum akhirnya beli cuma satu.  Jaman itu majalah Bobo tidak setipis sekarang. Apalagi pas edisi khusus, tebalnya bisa ngalahin kamus. Hahaha, bercanda ya, Bo. Bobo benar-benar teman bermain dan belajar saya, ada beberapa dongeng dunia yang sampai detik ini saya masih ingat. Ada juga dongeng lokal yang jadi favorit saya. Mungkin penulis Bobo sudah lupa, ada sebuah cerpen, yang memuat cerita ibu petani yang asik bekerja hingga anaknya kelaparan. Saya ingat ada syairnya: tingting gelinting, perutku sudah genting, kelaparan mau makan. Saya kemudian meniru syair tersebut dan dimarahin Mama. Beliau bilang, ngga pantas didenger orang. Oh ya, Bo. Mama adalah orang yang berjasa mengenal

Kapan Mau Mulai Menabung?


Bahasan soal keuangan emang nggak akan pernah basi, karena toh kita selalu butuh uang, even when money can't buy happiness. Jadi, gue punya beberapa teman yang selalu mengeluh soal gaji yang nggak pernah cukup. Biasanya 10-15 hari setelah gajian, mereka mulai menurunkan standar hidup. Kopi mahal dari gerai ternama berganti jadi kopi susu lokal beli pake ojek online. Beberapa hari kemudian, ganti lagi jadi kopi gratisan dari dapur kantor.

Don't get me wrong, I know clearly that a quality food, beverage, and goods are one way to value yourself. Toh kita juga cari uang untuk bertahan hidup kan, ya? Tapi seringkali teman-teman menyamakan kualitas dengan harga mahal. Padahal nggak selalu. Dan yang harus diingat juga, mempersiapkan masa depan adalah salah satu cara lain untuk mengapresiasi diri sendiri. Maka gue nggak pernah bosan teriak-teriak nyuruh orang buat nabung.

'Lu sih enak, gaji lu cukup buat nabung,' sanggahan ini kerap gue denger tiapkali nyuruh orang buat nabung. Tapi menabung tidak pernah tergantung pada berapa pemasukan kita. Menabung adalah masalah pengelolaan uang yang kita terima. Lagipula, nominal yang kita tabung tidak pernah terlalu kecil atau terlalu besar. Sekali lagi, semua tergantung bagaimana kita mengelola keuangan kita.

Pemasukan - Tabungan = Konsumsi
atau
Pemasukan - Konsumsi = Tabungan

Oke, mari kita mulai bicara soal bagaimana menyisihkan uang untuk ditabung. Gue yakin teman-teman udah tau ini, cuma merasa aplikasinya adalah hal yang sulit. Kenapa? Karena kita punya hasrat kebendaan. Perlu gue tekankan sekali lagi jika kita harus mulai memisahkan bagian untuk tabungan di awal. Bukannya menunggu sisa-sisa dari pengeluran buat ditabung. Cuma dengan cara ini kita bisa disiplin untuk menabung.

Kalau teman-teman sudah menguasai teknik pengendalian diri dan menyisihkan tabungan di awal, mari kita lihat langkah advance selanjutnya. Ini adalah mantra gue untuk menekan hasrat kebendaan:

Buy what you need, not what you want

Ceritanya, gue sangat loyal dengan satu merek sepatu, hingga gue pernah punya 7 warna yang berbeda untuk model sepatu yang sama. Dan waktu itu gue sama sekali nggak bisa nabung dan makan dengan layak. Jadi, tiapkali gue berdiri di depan rak display sebuah toko, gue menanyakan hal ini pada diri gue sebelum memutuskan membeli:

'Apakah gue membutuhkannya?'
'Apakah ini akan bermanfaat buat gue?'
'Apakah ada opsi lain yang lebih ekonomis?'

Don't be too hard on yourself. Mungkin sebagian dari teman-teman berpikir demikian saat mendengar cerita gue. Memang setiap orang punya fasenya masing-masing dan saat ini gue udah melewati tahap merayakan gajian dan lebih memilih untuk merencanakan masa depan. Jadi, kapan nih mulai nabungnya?

Comments