Apa Kabar, Bo?

  Apa kabar, Bo? Kemarin saya ke Gramedia. Sanctuary saya pas jaman SD. Dulu waktu Hero Swalayan masih ada di Gatot Subroto. Biasanya saya ke sana setelah ngumpulin duit jajan seminggu dan bisa buat beli komik. Ngga seperti sekarang, dulu banyak komik yang sampul plastiknya terbuka, jadi saya puas-puasin baca sebelum akhirnya beli cuma satu.  Jaman itu majalah Bobo tidak setipis sekarang. Apalagi pas edisi khusus, tebalnya bisa ngalahin kamus. Hahaha, bercanda ya, Bo. Bobo benar-benar teman bermain dan belajar saya, ada beberapa dongeng dunia yang sampai detik ini saya masih ingat. Ada juga dongeng lokal yang jadi favorit saya. Mungkin penulis Bobo sudah lupa, ada sebuah cerpen, yang memuat cerita ibu petani yang asik bekerja hingga anaknya kelaparan. Saya ingat ada syairnya: tingting gelinting, perutku sudah genting, kelaparan mau makan. Saya kemudian meniru syair tersebut dan dimarahin Mama. Beliau bilang, ngga pantas didenger orang. Oh ya, Bo. Mama adalah orang yang berjasa...

Why Being Thirty is So (Not) Different


If you're guessing, I'm not thirty today. It was months ago. Cuma kadang gue mikir, apalah bedanya umur udah kepala 3, tapi kelakuan masih kayak bocah. Kayaknya gak ada perubahan signifikan apakah gue 11 tahun, 21 tahun, atau 31 tahun. Gue masih pake kaos, jeans, dan sneaker. Gue masih nggak jajan sembarangan. Nggak ngerokok, nggak minum, gak main perempuan. Eh.

Sejak umur 22 tahun, gue tahu karir apa yang mau gue tempuh, gue pikir teman-teman akan selalu ada, karena mereka udah gue kurasi hingga the very best quality. Gue nggak takut apapun bahkan untuk pulang larut. Dianggap dewasa sungguh menyenangkan!

Tapi rupanya, society punya pandangan lain. Act your age masih menjadi banner saat tatapan mereka menelanjangi gue dari ujung kepala hingga kaki. Tua doang, kelakuan kayak bocah. Ini juga sering banget terlontar dari teman-teman lama yang gue simpan bak harta karun. Tekanan sosial untuk menikah, atau seenggaknya punya pacar, mulai datang lebih banyak dari biasa. Ingat umur, katanya.

Sepertinya, gue punya visualisasi yang berbeda tentang menjadi dewasa. Menjadi dewasa adalah bisa bertanggungjawab akan konsekuensi dari pilihannya. Bukan sekedar membedakan mana yang baik mana yang buruk, mana hak dan kewajiban, menjadi dewasa berarti bebas mengatur diri sendiri. Poin itu sudah gue lakukan sejak umur 14 tahun ketika gue menentukan SMA yang berbeda dari pilihan Papa dan menanggung resiko jadi bukan anak pintar di sekolah.

Kata menikah selalu diangkat tiap kali orang sadar akan umur gue. Yang orang-orang nggak sadar, menikah bukanlah prioritas gue. Tentu saja gue selalu berdoa di setiap sujud agar Allah mendekatkan jodoh gue. Hanya saja, Allah tahu, gue nggak berdoa sepenuh hati. Allah tahu doa gue masih lebih kenceng saat doain Mama Papa atau saat minta pekerjaan yang lebih layak atau tentang diwafatkan dalam keadaan khusnul khatimah.

Karena tidak menikah bukan berarti tidak bahagia. Belum menikah bukan berarti ada 'masalah'. Jika teman-teman yang berisik ini paham akan agama, dan mendorong gue untuk menyempurnakan agama, mereka harusnya menawarkan diri untuk membantu. Bukan sekedar bertanya untuk basa basi memecahkan kesunyian. Masalah orang dari dulu sampe sekarang, cuma bisa komentar, nggak bisa bertindak.

Lagipula, teman-teman ini sudah melihat dari dulu bagaimana gue lebih senang parttime dari pada pacaran. Lebih senang ke perpus daripada berduaan. Dan biasanya gue jatuh cinta pada lelaki yang terlihat menikmati pekerjaannya, hobinya, mengejar cita-citanya. Tentu tidak ada yang salah kan?

Jika mereka memutuskan menikah dan bahagia, syukur alhamdulillah.
Jika mereka memutuskan berkarya dan bahagia, syukur alhamdulillah.
Jika mereka menikah dan berkarya, syukur alhamdulillah.
Jika mereka bahagia, syukur alhamdulillah.

Menjadi dewasa bukanlah menikah, punya anak, atau punya karir yang cemerlang. Menjadi dewasa berarti paham arti tanggung jawab. Menjadi dewasa berarti punya empati terhadap segala makhluk. Menjadi dewasa berarti punya tabungan berjuta-juta.

Nah, kalau yang terakhir itu, insya allah saya sudah dewasa.