Three Months After The Turbulence Day

  It's been some time since the turbulence day when his betrayal occurred. Yes, I want to focus on mending my broken heart. Yet I also want him to see and fix the damage he made. But I know better what he's capable of. And he is not capable of fixing it. He can't even fix his life. Otherwise, he will still be able to meet Selva. I've been jumping around. Moving out from place to place. Juggling between jobs. Still waking up with chest pain. Still wanna disappear. I'm not getting better. I'm just pretending. I'm not okay

Stubborn Love

Tunggu, saya tidak yakin rasa ini valid. Apakah saya ingin bersamanya karena reaksi kimia di otak membentuk kata cinta, atau karena ia segala yang saya ingin menjadi. Benar, saya punya kecenderungan itu, ingin menjadi seperti dirinya, caranya berpakaian, berjalan, berbicara, berpikir, tertawa. Terutama tertawa. Saya ingin semua itu. Saya ingin kami melebur hingga saya dapat merasakan passion-nya, perjalanannya, pola sikapnya. Hingga saya tak perlu bertanya, tertarikkah ia pada orang macam saya?

Karena cinta terlalu memusingkan bagi saya. Emosi berlebihan yang menekan syaraf otak, membuatnya berdenyut lebih sering, mengambil semua asupan oksigen dalam darah hingga jantung terasa sesak. Karena cinta tak pernah memihak saya, berulang kali kami bergumul dan saya selalu kalah. Cinta tak pernah salah, dan ia tak pernah untuk saya. Maka saya harap ini bukan cinta. Atau saya harap ini bisa menjadi nyata.

Cinta saya terasa gila dan prematur. Bagaimana bisa, ia mungkin bertanya. Saya tau jawabnya, saya selalu punya jawaban. Hanya kadang saya memilih untuk tidak menjawab. Oh, kali ini saya akan menjawab. Bagaimana bisa? Karena kamu berada di tempat yang salah pada waktu yang salah. Kamu memperlakukan saya layaknya perempuan. Kamu 'memaksa' saya tampak lemah. Kamu membuat saya ingin menetap. Dalam waktu dan tempat yang salah, mungkin kah saya bisa menjadikannya benar?

Mungkin saja, kamu hanyalah asupan otak untuk melahirkan kata. Karena kata selalu bermunculan saat saya jatuh cinta. Namun kali ini saya ingin membuatnya nyata. Inginnya berhadapan dengan mu dan berkata, apakah benar jika saya jatuh cinta pada mu? Ataukah, cinta ini juga tidak bisa menjadi cerita. Maka harus diakhiri sebelum berbunga. Haruskah saya merasa bersalah karena jatuh cinta (padamu)? Jika iya, alangkah baiknya kita berucap sebelum senja. Sebelum pucuk berbunga lalu terjatuh karena luka.

Hallo, saya sepertinya jatuh cinta padamu. Sungguh.

Comments

  1. Ajak saja dia untuk duduk-duduk di kedai kopi dan berbincang tentang kemungkinan saling mencintai..
    Sesimple itu..? Iya,, Sesimple itu.. :)

    ReplyDelete

Post a Comment