Apa Kabar, Bo?

  Apa kabar, Bo? Kemarin saya ke Gramedia. Sanctuary saya pas jaman SD. Dulu waktu Hero Swalayan masih ada di Gatot Subroto. Biasanya saya ke sana setelah ngumpulin duit jajan seminggu dan bisa buat beli komik. Ngga seperti sekarang, dulu banyak komik yang sampul plastiknya terbuka, jadi saya puas-puasin baca sebelum akhirnya beli cuma satu.  Jaman itu majalah Bobo tidak setipis sekarang. Apalagi pas edisi khusus, tebalnya bisa ngalahin kamus. Hahaha, bercanda ya, Bo. Bobo benar-benar teman bermain dan belajar saya, ada beberapa dongeng dunia yang sampai detik ini saya masih ingat. Ada juga dongeng lokal yang jadi favorit saya. Mungkin penulis Bobo sudah lupa, ada sebuah cerpen, yang memuat cerita ibu petani yang asik bekerja hingga anaknya kelaparan. Saya ingat ada syairnya: tingting gelinting, perutku sudah genting, kelaparan mau makan. Saya kemudian meniru syair tersebut dan dimarahin Mama. Beliau bilang, ngga pantas didenger orang. Oh ya, Bo. Mama adalah orang yang berjasa...

lluvia #26

Tik tok, menit berlalu. Aku masih merangkai barisan kata untuk dikirimkan sebelum subuh. Hi, Tuan, apa kabarmu? Sepertinya kemampuan menulisku ikut terpupus dengan berlalunya dirimu. Aku tidak lagi menangisi hujan bersama susu strawberry. Aku tidak lagi menatapi layar ponsel menunggu namamu menyala. Ah, tentu saja aku masih memujamu. Rasa itu tak akan lekang oleh waktu.

Tik tok, menengok ke belakang. Mengingat senyum jenakamu yang perlahan terhapus dari memori otak. Memanggil ingatan akan suaramu ketika tertawa lepas. Meresapi yang tersisa dari harum mu dan sentuhanmu. Memory fades, Tuan. Aku tidak heran kelak kita bisa bertemu tanpa takut menyakiti. Karena kata-kata mu tidak lagi menyakitiku. Dan hati ku, tidak terpaku padamu.

Tik tok, tik tok. Waktu berlari hingga menghilang. Adakah kamu terlupa tentang ku? Tentang kisah semu yang teruntai dalam kata di kotak kaca? Selamanya, mengingatmu akan memanggil senyuman menghias bibirku. Karena kamu luar biasa. Sayang aku tidak bisa berbuat yang sama kepadamu. Namun, di satu titik jenuh hidupmu, ingatlah aku, Tuan. Karena aku akan berusaha ada.

Manusia tumbuh lalu berpisah. Kenangan memudar menjadi legenda. Dan hari ini, kamu akan menatapi masa depan lebih siap lagi. Hei, Tuan, tersenyumlah. Senyum yang sama yang memikat hatiku. Tatapan lembut yang serupa sekejap kamu menatapku. Senyumlah dan berbahagialah. Biarkan kesedihanmu menjadi kekhawatiranku. Walau aku tau, kamu adalah manusia bahagia. Selamanya.

Adakah kamu teringat akan ku di hari bahagia ini, Tuan? :)