Apa Kabar, Bo?

  Apa kabar, Bo? Kemarin saya ke Gramedia. Sanctuary saya pas jaman SD. Dulu waktu Hero Swalayan masih ada di Gatot Subroto. Biasanya saya ke sana setelah ngumpulin duit jajan seminggu dan bisa buat beli komik. Ngga seperti sekarang, dulu banyak komik yang sampul plastiknya terbuka, jadi saya puas-puasin baca sebelum akhirnya beli cuma satu.  Jaman itu majalah Bobo tidak setipis sekarang. Apalagi pas edisi khusus, tebalnya bisa ngalahin kamus. Hahaha, bercanda ya, Bo. Bobo benar-benar teman bermain dan belajar saya, ada beberapa dongeng dunia yang sampai detik ini saya masih ingat. Ada juga dongeng lokal yang jadi favorit saya. Mungkin penulis Bobo sudah lupa, ada sebuah cerpen, yang memuat cerita ibu petani yang asik bekerja hingga anaknya kelaparan. Saya ingat ada syairnya: tingting gelinting, perutku sudah genting, kelaparan mau makan. Saya kemudian meniru syair tersebut dan dimarahin Mama. Beliau bilang, ngga pantas didenger orang. Oh ya, Bo. Mama adalah orang yang berjasa...

lluvia #15

Belakangan hujan terus turun. Hati saya terus pedih.
Saya pernah patah hati, menangis hingga airmata habis.
Bertanya kenapa, bagaimana, apa yang salah.
Kemarin saya pikir saya patah hati.

Iya, saya menangis hingga airmata habis.
Iya, saya bergelung dalam selimut menahan dada yang semakin sesak.
Lalu sudah. Saya melanjutkan hidup.
Karena seperti yang ia bilang, saya tidak cinta padanya.

Saya tidak melakukan apapun untuknya.
Ia tidak melakukan apapun untuk saya.
Saya hanya mementingkan hati saya.
Ia hanya mementingkan apa yang membuatnya nyaman.

Kami hanya kebetulan bersama.
Dan memutuskan membuat sedikit kenang-kenangan.
Ia mungkin menambah guratan luka dalam hati saya.
Saya tidak bisa melakukan hal yang sama.

Saya terluka karena saya peduli.
Saya tidak bisa pura-pura ia peduli.
Maka begitu hujan menghilang, saya akan menutup kisah tentangnya.
People grow apart, feeling change, memory fade away. We all together alone.

Tuan, dont turn your back on me.