Sabtu

Saturday is supposed to be fun and the most awaited day of the week. Tapi semua berubah sejak negara api menyerang. Some time months before, gue anxious ketika Sabtu datang. Beda dengan orang-orang yang baru anxious menjelang Senin, dulu gue selalu seneng menjelang Senin karena berarti kerja lagi, Lalu, apa yang gue lakukan untuk membuat Sabtu kembali menyenangkan? Setelah berhasil mengumpulkan energi, Sabtu pertama gue menuruni air terjun. Apakah ini kegilaan atau memang gue sedang membutuhkan distraksi, tapi eksplorasi pertama ini seakan membangunkan gue dari koma panjang bertahun-tahun. Berhari-hari merasakan chest pain, gue kira, umur berhasil mengalahkan kesehatan gue dan mungkin gue juga punya penyakit jantung seperti mama? Pun ketika dibawa menuruni air terjun, nyeri di dada tidak terasa. Memang sudah lama gue curiga itu hanyalah psikosomatik. Efek di badan karena pikiran. Lantas ketika dibawa bertualang, rasa sakit itu justru hilang. Sayangnya efek adrenalin sirna beberapa hari

Lets Get Physical

Jaman gue kelas 1 sd ada anak perempuan namanya Rini. Kami duduk sebangku. Anak ini sering nanya jawaban matematika ke gue. Karena gue lugu, gue kasih tau aja. Suatu hari kakak gue bilang gak boleh ngasih jawaban ke orang lain. Maka berhentilah gue ngasih jawaban ke Rini. Dia marah, gue dicubit sampe biru. Saat itu gue bingung. Gue melakukan hal yang benar. Kenapa lantas gue dijahati?
Waktu kelas 5 sd, temen gue berebutan lapangan sama anak kelas 4. Buat main galasin, cari posisi lapangan yang adem. Karena gue ketua kelas 5, gue bilang suit aja. Yang menang boleh pake lapangan duluan. Ternyata kelas 5 yang menang suit. Tapi kelas 4 gak suka dengan itu, mereka ngehasut kelas 6 dan mengkambing hitam kan gue. Waktu istirahat, kaki gue dijegal sama anak kelas enam. Lagi, gue bingung, apa ada cara gue yang salah? suit kan udah paling fair banget.
Kelas satu smp, temen gue ngadu sambil nangis, dia bilang tali bra-nya ditarik anak kelas dua. Waktu kebetulan ketemu di kantin, anak kelas dua itu melakukan hal yang sama lagi ke temen gue. Di depan mata gue. Lantas gue meng- confront si kakak kelas. Kenapa dia melakukan itu? dia bilang sebagai pelajaran, supaya besok2 tali bra-nya gak berbayang dari luar. Lantas gue bilang: apa lo gak punya cara yang lebih pintar buat ngajarin junior lo? mungkin lo harus lebih dulu belajar soal ukuran rok di bawah lutut. Pertemuan berikutnya, si kakak kelas mendorong gue ke selokan.
Saat itu gue berpikir. I did the right thing, did i? lantas kenapa gue malah dijahati? Apa karena ada pihak yang merasa terancam dengan ke-vokal-an gue? Lantas merepresi gue dengan satu satunya senjata mereka. Fisik.
Beberapa waktu lalu, gue juga sempet ditabrak di tangga dan ditolak untuk semobil bareng. Karena kalimat: 'kalau yang liputan konser beda beda, nanti promotornya bingung' yang gue anggap really stupid statement. Lagipula secara logika gak ada yang salah dari reporter yang meminta liputan konser. Dimana pun, hal itu wajar terjadi.
Dari semua itu, gue paling gak habis pikir kenapa harus pake gesekan fisik? i mean i hold redbelt in tae kwon do. Nggak lantas gue menyelesaikan urusan pake fisik kan? Karena itukan cara orang primitif menyelesaikan masalah. Lagian lidah dan permainan otak bisa menyakiti lebih dalam, lebih parah. Without collateral damage.
I win the battle. I win the war. And those miserable people stay where they are, because they have nowhere to go. Kecuali ring smackdown, mungkin.
Published with Blogger-droid v2.0.9