Apa Kabar, Bo?

  Apa kabar, Bo? Kemarin saya ke Gramedia. Sanctuary saya pas jaman SD. Dulu waktu Hero Swalayan masih ada di Gatot Subroto. Biasanya saya ke sana setelah ngumpulin duit jajan seminggu dan bisa buat beli komik. Ngga seperti sekarang, dulu banyak komik yang sampul plastiknya terbuka, jadi saya puas-puasin baca sebelum akhirnya beli cuma satu.  Jaman itu majalah Bobo tidak setipis sekarang. Apalagi pas edisi khusus, tebalnya bisa ngalahin kamus. Hahaha, bercanda ya, Bo. Bobo benar-benar teman bermain dan belajar saya, ada beberapa dongeng dunia yang sampai detik ini saya masih ingat. Ada juga dongeng lokal yang jadi favorit saya. Mungkin penulis Bobo sudah lupa, ada sebuah cerpen, yang memuat cerita ibu petani yang asik bekerja hingga anaknya kelaparan. Saya ingat ada syairnya: tingting gelinting, perutku sudah genting, kelaparan mau makan. Saya kemudian meniru syair tersebut dan dimarahin Mama. Beliau bilang, ngga pantas didenger orang. Oh ya, Bo. Mama adalah orang yang berjasa...

lluvia #11

Aku masih di sini.
Masih dalam diam menatapmu.
Karena kata tak lagi berarti.
Karena korteks otak perlahan mati.

Aku masih menangis sendiri.
Meratapi pilu ketika kamu berkali kali pergi.
Karena aku tau takkan pernah ada lain kali.
Tak peduli meski kita belum mati.


Ada awan mendung menggantung.
Namun tetesan hujan tak kunjung menyentuh bumi.
Ingatkah kamu pada ku, tuan?
Ku bertanya walau tau apa jawabnya.
Aku masih gadis yang sama yang dipandang hina.
Karena mencintaimu tanpa rahasia.


Aku tidak hilang, tuan.
Meski hujan belum lagi turun.
Langit selalu gelap, tiap kali aku tersilap.
Merindui mu, memutar kenangan akan mu.


Pergi. Ucap mu.
Bagaimana mungkin, tuan?
Kamu tak pernah menempatkan ku di sisi mu.
Bagaimana lagi aku hendak pergi?
Aku tak pernah berada di sana sejak pertama.


Ingatkah kamu pada ku, tuan?
Saat langit menggelap.
Saat titik pertama hujan menyentuh tanah.
Saat diam diam aku menyapa:
'apa kabar? selamat malam.'

Aku rindu.

Published with Blogger-droid v2.0.4

Comments