Read This When You Want To Give Up

 I keep listing the reasons why I can't kill myself. And each day it gets shorter. Still, I live. Liking my job, taking care of others, set goals, and actually achieved it. All while still wanna die. So I try to understand, what's exactly in my brain. What's I'm looking for. What's the drive that gets me up every morning. Why I'm in constant pain. Maybe I'm just dramatic, a little bit melancholy. I know what I want is for the pain to stop. And I need to know where the bleeding is to stop it. What and who hurts me. Or No matter what and who, when and how, I need to accept and forgive. Forgive that I can't change the past, I can't change people. Accept that I only can control myself. To tough up and not let it hurts. Maybe this is not about me. Maybe the what and the who weren't aware that they hurt me. It's like a circle. While they tried to protect themselves, they unintentionally hurt others. The fact that I wanna die since 4th grade and sti

Life is the big question.

Gue lagi menelusuri jagat maya sembari bergelut dalam selimut, mata masih sepet akibat acara semalam. Membuka beragam social media. Menuruni newsfeed, timeline, recent updates. Menemukan apa yang ingin ditunjukan pemilik akunnya.

Dalam sebuah kelas Teori Sosiologi, seorang dosen pernah berkata: bahwa nggak ada yang namanya manusia anti-sosial. Karena pada setiap pilihan yang diambil manusia berkaitan dengan 'apa pendapat publik tentang dirinya'. Bahkan semua benda yang ada di dunia ini dibuat untuk maksud itu. Menunjukkan diri pada dunia. Bersosialisasi.

Contoh umumnya, produk pemutih wajah, dipakai perempuan agar lelaki dan perempuan lain kagum akan warna kulitnya. Susu protein, dibuat khusus untuk laki-laki agar digilai perempuan dan lelaki lainnya. Kecap jenis tertentu, agar menantu disayang mertua. Car polish, supaya pemiliknya dilirik pengendara lain. Bahkan benda kecil seperti benang gigi dan korek kuping. Dibuat agar manusia tampil lebih baik saat bersosialisasi.

Dan sekarang, dengan gempuran gadget mungil nan canggih, manusia semakin dimanjakan saat bersosialisasi. Menuliskan pikirannya untuk mendapat persetujuan dari orang nggak dikenal. Mengabadikan fotonya untuk menunjukkan eksistensi. Memilih pakaiannya agar publik tau tentang selera fashion pemiliknya.

Pada akhirnya, manusia tidak bisa tidak mendapat pengakuan dari sesamanya. Lo bukan food blogger kalau nggak dapet undangan launching restoran. Lo bukan selebritis kalau infotainment nggak nongkrongin rumah lo. Lo bukan fotografer kalau gak ada yang nge-hire jasa lo. Lo bukan loner kalau temen-temen lo nggak mengakui itu.

Seberapa pun banyaknya gue teriak: I don't care about what people think/say about me. Gue tetap memilah-milah pakaian gue tiap pagi untuk menghindari tatapan: 'ih, aneh banget outfit-nya' dari orang yang gue nggak kenal.

But, suit urself. I'm not gonna change me. And the biggest question still: re u living u life in order to impress people u don't really care?

Don't worry about what people think. They don't think about u so often.

Comments