Apa Kabar, Bo?

  Apa kabar, Bo? Kemarin saya ke Gramedia. Sanctuary saya pas jaman SD. Dulu waktu Hero Swalayan masih ada di Gatot Subroto. Biasanya saya ke sana setelah ngumpulin duit jajan seminggu dan bisa buat beli komik. Ngga seperti sekarang, dulu banyak komik yang sampul plastiknya terbuka, jadi saya puas-puasin baca sebelum akhirnya beli cuma satu.  Jaman itu majalah Bobo tidak setipis sekarang. Apalagi pas edisi khusus, tebalnya bisa ngalahin kamus. Hahaha, bercanda ya, Bo. Bobo benar-benar teman bermain dan belajar saya, ada beberapa dongeng dunia yang sampai detik ini saya masih ingat. Ada juga dongeng lokal yang jadi favorit saya. Mungkin penulis Bobo sudah lupa, ada sebuah cerpen, yang memuat cerita ibu petani yang asik bekerja hingga anaknya kelaparan. Saya ingat ada syairnya: tingting gelinting, perutku sudah genting, kelaparan mau makan. Saya kemudian meniru syair tersebut dan dimarahin Mama. Beliau bilang, ngga pantas didenger orang. Oh ya, Bo. Mama adalah orang yang berjasa...

Live ur life?

Bagaimana kau bisa hidup sebagai dirimu sendiri saat kau tidak berkesempatan menjadi dirimu?

Saat setiap keputusan yang kau ambil berdasarkan pada how people will see u.

Mana kebebasan yang diteriakkan sebagai hak asasi ketika mencintai seorang lelaki menjadikanmu tidak tau diri.

Lalu apakah kau masih punya hak untuk bicara dan mengemukakan pendapat, saat represi lingkungan membuatmu menelannya bulat-bulat.

Tak ada yang benar, tak ada yang salah. Pada akhirnya manusia cuma cari selamat. Tidak peduli kalau sistem ini akan membunuh mereka pelan-pelan.

Oh, tidak akan ada yang mati. Tapi, tidak akan ada juga manusia berakal. Saat semuanya hanya mengikuti arus menuju curam.

Lantas, hidup siapa yang kau hidupkan? Dan diri siapa yang selama ini kau citrakan?

Comments