Apa Kabar, Bo?

  Apa kabar, Bo? Kemarin saya ke Gramedia. Sanctuary saya pas jaman SD. Dulu waktu Hero Swalayan masih ada di Gatot Subroto. Biasanya saya ke sana setelah ngumpulin duit jajan seminggu dan bisa buat beli komik. Ngga seperti sekarang, dulu banyak komik yang sampul plastiknya terbuka, jadi saya puas-puasin baca sebelum akhirnya beli cuma satu.  Jaman itu majalah Bobo tidak setipis sekarang. Apalagi pas edisi khusus, tebalnya bisa ngalahin kamus. Hahaha, bercanda ya, Bo. Bobo benar-benar teman bermain dan belajar saya, ada beberapa dongeng dunia yang sampai detik ini saya masih ingat. Ada juga dongeng lokal yang jadi favorit saya. Mungkin penulis Bobo sudah lupa, ada sebuah cerpen, yang memuat cerita ibu petani yang asik bekerja hingga anaknya kelaparan. Saya ingat ada syairnya: tingting gelinting, perutku sudah genting, kelaparan mau makan. Saya kemudian meniru syair tersebut dan dimarahin Mama. Beliau bilang, ngga pantas didenger orang. Oh ya, Bo. Mama adalah orang yang berjasa...

lluvia #2

Hujan. Memori. Kamu.

Gadis itu menghabiskan seumur hidupnya untuk melupakan aku. Namun hari ini hujan. Sepotong teks muncul di layar ponsel ku: I remember u.

Aku yakin, saat ini ia tengah berdiri di sisi jendela. Menatapi titik-titik hujan yang turun. Memori otaknya memutar waktu kami bersama. Ucapanku saat menggenggam tangannya yang dingin, sandwich yang kami makan bersama, dan pertemuan yang diatur takdir dalam bis kota.

Ia akan mengingat itu semua. Hujan membanjiri ingatannya dengan namaku, wangiku, senyumku, tawaku. Lalu ia akan merasa pilu. Karena aku tak lagi di sisinya. Aku tak pernah ada di sisinya.

Hujan masih terus turun. Ia mulai menatapi ponselnya. Sadar, takkan pernah menerima balasan dariku.

Hujan, hapus luka hatinya.

Comments