Apa Kabar, Bo?

  Apa kabar, Bo? Kemarin saya ke Gramedia. Sanctuary saya pas jaman SD. Dulu waktu Hero Swalayan masih ada di Gatot Subroto. Biasanya saya ke sana setelah ngumpulin duit jajan seminggu dan bisa buat beli komik. Ngga seperti sekarang, dulu banyak komik yang sampul plastiknya terbuka, jadi saya puas-puasin baca sebelum akhirnya beli cuma satu.  Jaman itu majalah Bobo tidak setipis sekarang. Apalagi pas edisi khusus, tebalnya bisa ngalahin kamus. Hahaha, bercanda ya, Bo. Bobo benar-benar teman bermain dan belajar saya, ada beberapa dongeng dunia yang sampai detik ini saya masih ingat. Ada juga dongeng lokal yang jadi favorit saya. Mungkin penulis Bobo sudah lupa, ada sebuah cerpen, yang memuat cerita ibu petani yang asik bekerja hingga anaknya kelaparan. Saya ingat ada syairnya: tingting gelinting, perutku sudah genting, kelaparan mau makan. Saya kemudian meniru syair tersebut dan dimarahin Mama. Beliau bilang, ngga pantas didenger orang. Oh ya, Bo. Mama adalah orang yang berjasa...

lluvia #4

Gadis itu menunggu hujan. Menunggu kenangan akan lelakinya datang membanjiri otak.
Ia berkata: aku bisa mendengarnya dengan telinga tertutup. Aku bisa melihatnya walau mata terpejam.
Namun ia tidak melihatku. Atau siapapun yang datang menawarkan hati padanya. Begitulah nasib ku. Dan orang sebelum ku, dan sebelumnya lagi. Gadis itu hanya berkata: tinggallah di sini. Namun istananya penuh nama lelaki itu.
Pada akhirnya, siapa pun yang datang akan meninggalkannya sendiri. Begitu pun aku.
Semoga hujan lekas datang, dan gadis itu dapat bersua dengan kenangannya. Hanya kenangannya.


Comments