Read This When You Want To Give Up

 I keep listing the reasons why I can't kill myself. And each day it gets shorter. Still, I live. Liking my job, taking care of others, set goals, and actually achieved it. All while still wanna die. So I try to understand, what's exactly in my brain. What's I'm looking for. What's the drive that gets me up every morning. Why I'm in constant pain. Maybe I'm just dramatic, a little bit melancholy. I know what I want is for the pain to stop. And I need to know where the bleeding is to stop it. What and who hurts me. Or No matter what and who, when and how, I need to accept and forgive. Forgive that I can't change the past, I can't change people. Accept that I only can control myself. To tough up and not let it hurts. Maybe this is not about me. Maybe the what and the who weren't aware that they hurt me. It's like a circle. While they tried to protect themselves, they unintentionally hurt others. The fact that I wanna die since 4th grade and sti

JRL 2013 - Side Story

Rute paling enak dari rumah gue ke Ancol itu emang naik TransJakarta. Cuma sekali naik, nggak usah transit-transit. Sampe shelter Ancol, masuk pake kartu pers, naik Wara Wiri menuju spot yang dimaksud. Beres. Tapi kemaren terjadi perubahan rencana. Pertama karena harus transaksi tiket JRL buat biaya makan dan taxi pulangnya. Lalu ada penggratisan tiket TransJakarta. Dan miss leading info kalau masuk Ancol gratis. Berikut kronologinya.

Jam 1 baru berangkat menuju TKP transaksi tiket. Selesai bersua melepas rindu dan bertukar gosip, bersiap naik TraJa dari shelter Tegalan. Belum juga ngerasain naik TraJa gratis, udah ditolak masuk halte sama si mbak berbaju kebaya Betawi 'haltenya penuh, mbak. tunggu di sini aja kalau mau naik bis', ujarnya dengan senyuman. Harusnya sih yah gue nunggu aja. Tapi gue pengen liat GBS. Lantas gue memilih naik M01 tujuan Senen.

Sampe di Senen, harusnya gue naik TraJa lagi biar praktis, alih-alih gue malah nyambung naik mikrolet 12 jurusan Kota. Niatnya cari halte TraJa yang nggak terlalu membludak. Lewat beberapa halte penuh semua. Gue memutuskan turun di Gunung Sahari. Bad decision. Dari situ halte terdekat ada di Jembatan Merah dan gue terpaksa jalan kaki ke sana. Bisa sih naik bis, tapi akal sehat gue lagi liburan sepertinya.

Naik dari shelter Jembatan Merah bareng anak-anak alay dan ibu-ibu gendong anak yang penuh semerawut dan bau matahari. Di sinilah gue denger celoteh 'masuk Ancol gratis' OMG! Begitu sampe pintu masuk Ancol kumpulan anak alay dan ibu-ibu gendong anak meringsek hingga ke luar. Semua protes 'katanya gratis!' Petugas sampe capek menjelaskan kalau gratisnya tanggal 21 Juni 2013. Tuh makanya kalau baca berita jangan separo-separo. Jangan cuma baca headline: Ulang Tahun Jakarta, Gratis Masuk Ancol.

Agak miris sih ngeliat anak alay dan ibu beranak segitu kecewanya. Gue jadi inget kasus gugatan warga untuk mengakses pantai Ancol secara gratis sebagai ruang publik. Pada kasus tersebut nampaknya penggugat kalah, jadi kita tetap harus bayar Rp 15.000 untuk menikmati suasana pantai. Mungkin cuma orang Jakarta yang tinggal di pinggir pantai, tapi gak bisa ke pantai karena harga tiket masuknya sama kayak harga seporsi nasi padang.

Lagian gak usahlah main di Ancol fake Beach. Udara, air laut, dan mataharinya udah nggak sehat. Mending makan nasi padang aja biar kenyang :9