Apa Kabar, Bo?

  Apa kabar, Bo? Kemarin saya ke Gramedia. Sanctuary saya pas jaman SD. Dulu waktu Hero Swalayan masih ada di Gatot Subroto. Biasanya saya ke sana setelah ngumpulin duit jajan seminggu dan bisa buat beli komik. Ngga seperti sekarang, dulu banyak komik yang sampul plastiknya terbuka, jadi saya puas-puasin baca sebelum akhirnya beli cuma satu.  Jaman itu majalah Bobo tidak setipis sekarang. Apalagi pas edisi khusus, tebalnya bisa ngalahin kamus. Hahaha, bercanda ya, Bo. Bobo benar-benar teman bermain dan belajar saya, ada beberapa dongeng dunia yang sampai detik ini saya masih ingat. Ada juga dongeng lokal yang jadi favorit saya. Mungkin penulis Bobo sudah lupa, ada sebuah cerpen, yang memuat cerita ibu petani yang asik bekerja hingga anaknya kelaparan. Saya ingat ada syairnya: tingting gelinting, perutku sudah genting, kelaparan mau makan. Saya kemudian meniru syair tersebut dan dimarahin Mama. Beliau bilang, ngga pantas didenger orang. Oh ya, Bo. Mama adalah orang yang berjasa...

lluvia #9

Hari ini, hati gadis itu terluka lagi. Ah, bukan. Lukanya membuka lagi. Karena ia menaruh hati di tangan lelaki itu. Membiarkan kebahagiaannya tertoreh dengan ijin si lelaki.

Ada seorang pemuda, yang lama telah menatap kepada gadis itu. Pemuda yang kembali ditemuinya setelah berbilang tahun. Namun si gadis tidak memiliki hati untuk diserahkan pada si pemuda.

Sementara lelaki itu, mungkin, menatap penuh rasa geli, kenapa gadis ini tak tau waktu untuk berhenti? Lupakah ia bahwa hujan akan membuatnya sakit hingga nyaris mati?

Hari ini senyuman tersembunyi dari bibir si gadis. Hatinya sedih, pilu bagai tersayat sembilu. Tak ada lagi bayangan sang lelaki tiap ia memejamkan mata.

Hujan telah berhenti. Menyisakan suram dan tanah berlumpur. Si gadis belum lagi sadar, hatinya tak mampu berlari, walau sang lelaki telah lama pergi.

Comments