Apa Kabar, Bo?

  Apa kabar, Bo? Kemarin saya ke Gramedia. Sanctuary saya pas jaman SD. Dulu waktu Hero Swalayan masih ada di Gatot Subroto. Biasanya saya ke sana setelah ngumpulin duit jajan seminggu dan bisa buat beli komik. Ngga seperti sekarang, dulu banyak komik yang sampul plastiknya terbuka, jadi saya puas-puasin baca sebelum akhirnya beli cuma satu.  Jaman itu majalah Bobo tidak setipis sekarang. Apalagi pas edisi khusus, tebalnya bisa ngalahin kamus. Hahaha, bercanda ya, Bo. Bobo benar-benar teman bermain dan belajar saya, ada beberapa dongeng dunia yang sampai detik ini saya masih ingat. Ada juga dongeng lokal yang jadi favorit saya. Mungkin penulis Bobo sudah lupa, ada sebuah cerpen, yang memuat cerita ibu petani yang asik bekerja hingga anaknya kelaparan. Saya ingat ada syairnya: tingting gelinting, perutku sudah genting, kelaparan mau makan. Saya kemudian meniru syair tersebut dan dimarahin Mama. Beliau bilang, ngga pantas didenger orang. Oh ya, Bo. Mama adalah orang yang berjasa...

lluvia #8

Kamu, lihat kah hujan turun tiada henti?
Menderu, menghantam daratan dengan jutaan ribu butiran air.
Kamu mungkin takkan percaya. Atau malah mencemooh.
But it's always rain whenever I'm sad.
Saya, katanya nggak bisa menangis. Rasanya bodoh menangis karena kamu.
Karena itu, hujan mencurahkan dirinya, menemani saya dan sekotak susu strawberry.
Kamu, adakah kiranya saya pernah terlintas dalam benak mu kala hujan turun?
Sungguh, ketika hujan turun, ketika itulah saya menangis meratapimu. Merinduimu. Menyesalimu. Mencintaimu.

Kamu dan rasa cinta saya, luruhlah dalam hujan.
Lenyaplah tanpa sisa.

Comments