Read This When You Want To Give Up

 I keep listing the reasons why I can't kill myself. And each day it gets shorter. Still, I live. Liking my job, taking care of others, set goals, and actually achieved it. All while still wanna die. So I try to understand, what's exactly in my brain. What's I'm looking for. What's the drive that gets me up every morning. Why I'm in constant pain. Maybe I'm just dramatic, a little bit melancholy. I know what I want is for the pain to stop. And I need to know where the bleeding is to stop it. What and who hurts me. Or No matter what and who, when and how, I need to accept and forgive. Forgive that I can't change the past, I can't change people. Accept that I only can control myself. To tough up and not let it hurts. Maybe this is not about me. Maybe the what and the who weren't aware that they hurt me. It's like a circle. While they tried to protect themselves, they unintentionally hurt others. The fact that I wanna die since 4th grade and sti

A Day in Lantau

The Crystal Cabin
Hari terakhir menjelajah Hong Kong, kami menuju ke Lantau Peak dengan naik Ngong Ping 360 Crystal Cabin. It's worthed. Karena entah kapan lagi bisa kembali ke Hong Kong, we go all out. Toh nyatanya cuma separuh perjalanan kami sibuk mengambil gambar melalui kaca di bawah kaki. Sisanya, masih banyak sisi jendela yang menawarkan panorama indah.

Ngong Ping 360
Selesai makan, saya berpamitan dari kelompok, bukan apa-apa, sejak Hong Kong resmi jadi tujuan kami, yang saya tunggu cuma satu, Puncak Lantau. Tidak berarti saya akan mendakinya sendirian. Kondisi saat itu, baik waktu maupun fisik tidak memungkinkan saya untuk melakukan trekking. Namun kalau ada satu kekurangan saya, itu adalah never know when to stop.

Disebabkan kelelahan berkepanjangan, terutama jadwal Oktober yang padat sekali, tungkai kiri saya mengalami peradangan pembuluh darah. Terdapat memar besar menandakan beberapa pembuluh darah pecah. Sejak pertama di Macau, si tungkai sudah membengkak. Saya tetap dengan tujuan semula, menyambangi Puncak Lantau.

Turun dari Crystal Cabin, kamu langsung dihadapkan dengan Ngong Ping Village, sebagian besar dihuni oleh rumah makan. Menelusuri Ngong Ping Village setengah berlari, saya menatapi Tian Tan, patung Buddha besar yang digandrungi wisatawan. Karena minimnya kemampuan bahasa Mandarin, saya tidak berhasil mendapat jawaban kenapa si Tian Tan berada di tempat seperti ini?

Sedikit sekali wisatawan yang keluar dari area Tian Tan menuju Wisdom Path. Yup, it isn't wisdom of path nor path of wisdom. Just Wisdom Path. Sedikit sekali yang menempuh jalan ini. Padahal buat saya, Wisdom Path ini lebih menggugah selera ketimbang patung Buddha raksasa. Jadilah saya menempuh jalan ini sendirian. 

Diperkirakan 25 menit waktu tempuh menuju Wisdom Path. Tidak jauh dari pancang-pancang bertuliskan huruf Mandarin adalah lereng menuju Puncak Lantau. Dari sini, hanya saya satu-satunya yang berjalan di atas setapak. Berbeda dengan setapak Wisdom Path yang dinaungi pepohonan di kanan kiri, setapak menuju Puncak Lantau membuat matahari menjangkau seluruh permukaan tanah.

Waktu menunjukkan jam 15.00 ketika saya berada 10 meter dari gapura lereng Puncak Lantau. Dari sini, pemandangannya luar biasa. Dengan bukit-bukit yang membingkai di kanan-kiri, tampak tepi pantai di kejauhan dan langit Hong Kong yang kurang biru. Udara segar, sinar matahari memancar, andai saja saya bisa membangun tenda dan menikmati itu semua. Green and blue. And you.

a path you have to walk alone
Rumah zombie
rumah zombie!!
Sebelum sampai di Wisdom Path, saya menemukan banyak youth hostel terlantar. Sungguh sayang sekali, padahal lokasinya sangat strategis. Dekat dengan Ngong Ping Village, Wisdom Path dan jalan menuju Puncak Lantau. Setelah percakapan terpatah-patah, rupanya youth hostel ini tidak populer karena jauh dari keramaian kota. Jika saja saya Hong Kong native, mungkin saya akan lumayan sering berkunjung keWisdom Path dan numpang bermalam di youth hostel ini.

Dada saya berdebar-debar ketika mengambil foto youth hostel ini. Rasanya sewaktu waktu bisa ada zombie yang keluar dan menyerbu saya. Terlebih setelah festival Halloween di Ocean Park kemarin. Saat itu suasananya sepi, sinar matahari meredup tertahan pepohonan. Semilir angin membuat saya merinding, pun kaki saya terpaku menatapi sisa-sisa youth hostel tadi. Penasaran ingin mendekat.

The Lantau Peak
The Wisdom Path
Magnificent scenery
Waktu yang terbatas membuat saya memotong jalan menuju satu gundukan bukit untuk melihat Wisdom Path lebih jelas. Memanjatnya lumayan gampang, walau tanpa sepatu trekking, si sepatu istirahat setelah ke Tebing Keraton semetara si kaki terus bekerja. Pukpuk kaki. Masalahnya ketika turun. Setapak dadakan yang saya lalui terlampau landai dan licin. Dua kali saya merosot turun sambil melindungi lensa. Ketika sampai di setapak resmi, justru disambut wisatawan Korea yang meminta saya mengambil foto mereka dengan latar Wisdom Path.

Tiga puluh menit yang saya habiskan sendirian di setapak Puncak Lantau tentu saja cukup. Sambil meringis karena jatuh dan kaki nyeri, saya kembali menyusuri setapak menuju Ngong Ping Village. Rasanya tidak rela, tidak puas, masih ingin terus mendaki hingga menyaksikan matahari terbit di Puncak Lantau. Sekarang pun rasanya rindu. Berdiri sendirian entah dimana, merasakan sinar matahari menembus pepohonan. Ini tempat terbaik yang saya datangi ketika di Hong Kong.


selfie with Tian Tan!
Ngong Ping Village
selfie with Tian Tan?
The Tian Tan