Sabtu

Saturday is supposed to be fun and the most awaited day of the week. Tapi semua berubah sejak negara api menyerang. Some time months before, gue anxious ketika Sabtu datang. Beda dengan orang-orang yang baru anxious menjelang Senin, dulu gue selalu seneng menjelang Senin karena berarti kerja lagi, Lalu, apa yang gue lakukan untuk membuat Sabtu kembali menyenangkan? Setelah berhasil mengumpulkan energi, Sabtu pertama gue menuruni air terjun. Apakah ini kegilaan atau memang gue sedang membutuhkan distraksi, tapi eksplorasi pertama ini seakan membangunkan gue dari koma panjang bertahun-tahun. Berhari-hari merasakan chest pain, gue kira, umur berhasil mengalahkan kesehatan gue dan mungkin gue juga punya penyakit jantung seperti mama? Pun ketika dibawa menuruni air terjun, nyeri di dada tidak terasa. Memang sudah lama gue curiga itu hanyalah psikosomatik. Efek di badan karena pikiran. Lantas ketika dibawa bertualang, rasa sakit itu justru hilang. Sayangnya efek adrenalin sirna beberapa hari

Perjalanan Halusinasi ke Dataran Tinggi


Sudah sejak lama saya merasa harus pergi ke dataran tinggi ini. Bahkan sebelum saya bisa pegang kamera, cuma karena beberapa halaman di buku sekolah jaman SMP. Lalu ketika akhirnya akan berangkat, cuma satu kekhawatiran saya, akan sedingin apa di sana?
Maka saya sibuk mencari informasi dan bertanya sana sini. Seumur hidup tinggal di Jakarta, jujur saja saya lebih bisa mengatasi cuaca panas dibandingkan udara dingin. Semakin dekat keberangkatan, ketakutan semakin menjadi-jadi. Akhirnya, jika kamu menengok isi ransel saya dalam perjalanan ini, kamu akan menemukan: sweater, sweater, sweater, kaus kaki, kaus kaki, shawl, shawl, sarung tangan dan tiga sachet Tolak Angin cair plus madu. Iya, saya tidak salah ketik, memang segitu takutnya saya kedinginan di Dieng.

Perjalanan kurang lebih 17 jam dari Jakarta hingga homestay. Keliling sekitar penginapan, memantau area Candi Arjuna yang akan jadi lokasi Dieng Culture Festival, foto-foto, lanjut ke Kawah Sikidang, foto-foto, Menuju Dieng Plateau Theater, foto-foto, menuju Batu Pandang, nyasar malah ke Telaga Warna, foto-foto. Man, i cant get enough with taking picture, but please never make me your personal photographer, you cant handle my grumpy mood.

pabrik awan di Kawah Sikidang

Telaga Warna
 Malam dilanjutkan dengan main lampion di area Candi Arjuna dan bagi yang berminat boleh nonton Jazz Di Atas Awan. Sebelumnya semarak kembang api lumayan menerangi langit malam yang sudah dipenuhi lampion warna-warni. Saya cukup kedinginan sehingga memilih minum segelas kopi yang langsung dingin begitu diajak menyebrang jalan.
pelepasan lampion

pesta kembang api
 Kalau kamu serius mengejar matahari terbit di Bukit Sikunir, sebaiknya kamu bangun jam 2 atau paling telat jam 3 pagi. Bungkus badan kamu rapat-rapat karena udara malam akan menusuk sekali bahkan kaki saya pun nggak bisa dihangatkan walaupun sudah dibungkus dua selimut. Dari awal saya sadar pakai denim di gunung cuma akan menyiksa kaki, yet i still wear it, in fact it was my only pants for three days in Dieng. Sebelum kamu bilang saya jorok, sebaiknya kamu cuci dulu jeans yang menggantung di balik pintu kamarmu ;).

Pengejaran saya menuju puncak Sikunir jelas sudah digagalkan oleh teman-teman seperjalanan yang akhirnya baru bisa berangkat jam setengah lima. Bukannya bermaksud menyalahkan, tapi kemarin itu saya tidak dalam kondisi yang memungkinkan untuk berangkat tanpa kalian. Maka dalam perjalanan kali ini saya melepaskan segala ekspektasi. Dan hasilnya cuma foto-foto di bawah ini.

sunrise

sunrise lagi

tetep sunrise