Read This When You Want To Give Up

 I keep listing the reasons why I can't kill myself. And each day it gets shorter. Still, I live. Liking my job, taking care of others, set goals, and actually achieved it. All while still wanna die. So I try to understand, what's exactly in my brain. What's I'm looking for. What's the drive that gets me up every morning. Why I'm in constant pain. Maybe I'm just dramatic, a little bit melancholy. I know what I want is for the pain to stop. And I need to know where the bleeding is to stop it. What and who hurts me. Or No matter what and who, when and how, I need to accept and forgive. Forgive that I can't change the past, I can't change people. Accept that I only can control myself. To tough up and not let it hurts. Maybe this is not about me. Maybe the what and the who weren't aware that they hurt me. It's like a circle. While they tried to protect themselves, they unintentionally hurt others. The fact that I wanna die since 4th grade and sti

First Cup of Coffee

Pasangan gender ketiga duduk manis di hadapan gue sambil menunggu pesanan minumannya. Siapa pun yang nggak kenal kami dan melihat sekejap, akan berpikir kenapa ada itik ngopi2 bersama dua angsa cantik berjari lentik ini?

'Jadi sebenernya pacar lo siapa, Shin?' nah, satu yang bikin gue merasa lucu dengan dua teman baru ini adalah mereka selalu tertarik dengan kisah cinta. Mereka gak bisa nerima konsep ada perempuan yang senang menghabiskan waktu sendiri. Gue yang laki aja butuh laki, masa lo yang perempewi kagak? Demikian salah satunya pernah berucap.

'Kagaak, mana sempet sih gue pacar-pacaran?'
'Ih, basa-basi. Terus kemarin, fotografer idola dan pak guru itu siapa?' Samber pasangannya. Dua makhluk cantik dengan pakaian preppy yang seharusnya tidak duduk ngopi bareng gue.
'Serius, brader.'
'Jadi ceritanya hanya memuji nih?' Sambung orang pertama yang berbicara.
'Entahlah. Apa bisa lo suka dengan dua orang berbeda dalam satu waktu?'

Aslinya, gue gak terlalu suka bahas kehidupan gue selain lewat kata-kata di halaman ini. Namun dua orang ini cuma punya ketertarikan akan urusan percintaan. Sementara percintaan gue sama kelabunya dengan langit Jakarta. Plus gue baru banget kenal dua teman ini dari satu event gaul beberapa minggu lalu. Gak sengaja bertemu lagi dan memutuskan untuk ngopi.

'Lo polos banget yah, jeung. Gak bisa bedain mana kagum dan mana cinta.'
'Tapi dari kagum kan bisa jadi cinta.'
'Emang lo cinta sama korean idol bias lo itu?'
'Taecyeon?'
'Whoever his name lah yaah.'

Dua orang ini, gak sadar apa kalau gaya mereka persis anak-anak personil super junior? Eh apa mungkin sadar? Secara mereka demen sama Siwon.

'Nggak cinta, sih.'
'Kalau sama dua orang yang lo suka itu?'
'Mmm iya. Rasanya pas ada mereka sama pas gue perscon dan ketemu Taecyeon.'
'Ini Taecyeon 2PM itu? Hebat banget dua orang itu punya efek yang sama ma Taecyeon. Taecyeon kan ganteng.'
'Mereka juga tampan rupawan gak kalah ma kalian.'
'Deee demennya perez. Kita mah gak usah lo rayu, say. Gak mempan.'

Hahaha dua orang dari belahan Jakarta yang berbeda ini lucu banget. And they look cute together. Ini acara ngopi-ngopi pertama gue bareng gender ketiga. Begitu gue menanggalkan segala prasangka gue tentang mereka, ngobrol bareng mereka terasa bagai sesi konsultasi gratis. Dari mulai urusan make up, kerjaan, sampai cinta.

Lalu jika ternyata gue nggak mencinta siapapun, rasanya gak masalah. Gue punya masalah yang lebih urgent daripada urusan lelaki. Pun belakangan ini sepertinya gue lagi hobi jatuh hati.

Comments