Apa Kabar, Bo?

  Apa kabar, Bo? Kemarin saya ke Gramedia. Sanctuary saya pas jaman SD. Dulu waktu Hero Swalayan masih ada di Gatot Subroto. Biasanya saya ke sana setelah ngumpulin duit jajan seminggu dan bisa buat beli komik. Ngga seperti sekarang, dulu banyak komik yang sampul plastiknya terbuka, jadi saya puas-puasin baca sebelum akhirnya beli cuma satu.  Jaman itu majalah Bobo tidak setipis sekarang. Apalagi pas edisi khusus, tebalnya bisa ngalahin kamus. Hahaha, bercanda ya, Bo. Bobo benar-benar teman bermain dan belajar saya, ada beberapa dongeng dunia yang sampai detik ini saya masih ingat. Ada juga dongeng lokal yang jadi favorit saya. Mungkin penulis Bobo sudah lupa, ada sebuah cerpen, yang memuat cerita ibu petani yang asik bekerja hingga anaknya kelaparan. Saya ingat ada syairnya: tingting gelinting, perutku sudah genting, kelaparan mau makan. Saya kemudian meniru syair tersebut dan dimarahin Mama. Beliau bilang, ngga pantas didenger orang. Oh ya, Bo. Mama adalah orang yang berjasa...

bizzare love triangle


Oh tidak. Saya nggak bermaksud bicara soal hubungan rumit tiga orang yang terlibat cinta. Justru yang mau kita bahas adalah tentang cinta itu sendiri. Karena cinta itu simpel.
Ini berawal saat saya bersemedi dan membaca. Lalu muncul nama psikolog Robert Stenberg dengan Love Triangle Theory-nya. Selama ini love triangle favorite saya cuma versi Frente. Pak Robert menuliskan tiga kondisi cinta: commitment, passion, intimacy.
Cinta yang dimiliki pasangan lanjut usia mungkin adalah commitment. Mereka tetap bersama walaupun gairah dan kemesraan sudah jauh berkurang. Sesederhana karena mereka sudah komit untuk berbagi kehidupan.
Cinta anak-anak muda biasanya berdasarkan pada intimacy. Rasa ingin terus berdekatan dan gelitik penasaran mengenai sex life. Maka seks pranikah selalu menjadi fenomena gunung es di setiap peradaban.
Passion. Nggak habis pembahasan tentang kata ini. Cinta yang cuma punya unsur passion mungkin seperti tergila-gila pada idola. Dan buat saya, idola nggak selalu public figure. Seperti mengidolakan lelaki yang dapat ditemui sehari-hari.
Ketiga unsur cinta ini dapat berdiri sendiri dan dapat pula berpotongan. Commitment dan intimacy menghadirkan companionate love. Seperti kalimat yang sedang saya sukai sekarang ini, 'i love you, but im not in love with you'. Teman-teman yang suka merasa bosan dengan pasangan pacarannya mungkin karena sedang kehilangan gairah terhadap orang tersebut.
Romantic love hadir ketika intimacy berpotongan dengan passion. Bisa dibilang masa bulan madu. Saat kita sanggup menelepon hingga berjam-jam, chatting sampai jam 3 pagi, nggak tahan untuk gak menyentuh atau melihat kecintaannya. Kondisi yang paling sering kita alami.
Ketika commitment berpapasan dengan passion, hadirlah fatious love. Saya lebih suka menghubungkan kecintaan macam ini pada hobi atau pekerjaan. Saya sendiri belum bertemu atau mendengar pasangan yang selalu punya passion terhadap satu sama lain.
Cinta yang sempurna, consummate love, adalah saat ketiga kepingan itu bertumpuk jadi satu. Layaknya frase: im in love with the same person everyday. Jika itu diucapkan pasangan yang telah lama berkomitmen.
Karena saat intimacy hilang, akan muncul miskomunikasi. Ketika passion memudar, akan ada cinta yang lain. Commitment yang renggang, akan memicu perpisahan. Kalau ketiganya tidak untuk selamanya, apalah yang menjadi jaminan bagi kita untuk bisa berbagi hidup selamanya dengan pasangan?
Ada fotografer flamboyan yang menyuruh saya segera menikah. Alasannya karena saya sudah memasuki paruh akhir dari usia 20an. Saya berencana menikah, tentu saja. Kelak saya menikah, saya ingin yakin bukan menikah agar tidak sendirian, bukan menikah karena ingin berhubungan seks, bukan menikah karena kegilaan sementara.
Meanwhile, saya akan tetap menikmati hidup to the fullest. Saya manusia bahagia, jadi kalau menikah nanti saya harus lebih bahagia lagi. Dan saya tidak berencana mengikat diri sebelum menikah. Kalau kamu pacaran lebih lama dari wajib belajar tapi gak kunjung nikah, maaf jika saya bilang kamu melakukan hal yang sia-sia.
Memahami ini, mungkin yang saya rasakan sekarang adalah intimacy. Untunglah saya punya tuhan, masih ada yang menahan saya agar tidak have sex before marriage.
Published with Blogger-droid v2.0.10