Three Months After The Turbulence Day

  It's been some time since the turbulence day when his betrayal occurred. Yes, I want to focus on mending my broken heart. Yet I also want him to see and fix the damage he made. But I know better what he's capable of. And he is not capable of fixing it. He can't even fix his life. Otherwise, he will still be able to meet Selva. I've been jumping around. Moving out from place to place. Juggling between jobs. Still waking up with chest pain. Still wanna disappear. I'm not getting better. I'm just pretending. I'm not okay

lluvia #3

Aku menatap takut pada layar ponselku. Seakan-akan benda kecil itu bisa meledak sewaktu-waktu. Deretan nomor yang sama berulang kali ku ketikan.

'May I call u?'

Ah, tidak. Belum dua puluh empat jam aku menuliskan akan bertahan diam. Mungkin juga hanya aku yang merasa kalau kami punya urusan yang tertunda. Urusan yang takkan pernah selesai.

'May I call u?'

Aku menatap nanar pada rintik hujan. Selalu hujan saat aku bersedih. Selalu hujan saat aku mengingatnya. Ada lubang besar menganga dalam hatiku. Rasa tidak ingin terbiasa tanpa dia.

Nekat, aku menekan tombol panggil. Sungguh, aku berharap panggilan ku akan terabaikan. Satu nada panggil. Kakiku terpaku. Dua nada panggil. Rintik hujan mulai membasahiku. Tiga nada panggil. Ada rasa perih menjalar dalam dada.

Lalu akan terdengar suaranya. Beberapa kalimat basi akan meluncur dari mulutku. Tak pernah tau harus berkata apa. Suaraku pastinya bergetar, begitupun kakiku. Aku hanya ingin mendengar suaranya. Menyuruhku menyudahi kegilaanku. Atau menyuruhku berteduh dari hujan. Atau memakiku. Atau mengasihaniku. Atau menghakimiku. Atau mengerti aku.

Apapun. Hanya suaranya. Bercampur dengan deru hujan. Hanya suaranya, memanggil namaku. Hanya suaranya.

Aku masih berdiri dalam hujan. Diseberang sana, nada panggil masih terdengar. Hujan takkan pernah menghapus lukaku.

Comments