Apa Kabar, Bo?

  Apa kabar, Bo? Kemarin saya ke Gramedia. Sanctuary saya pas jaman SD. Dulu waktu Hero Swalayan masih ada di Gatot Subroto. Biasanya saya ke sana setelah ngumpulin duit jajan seminggu dan bisa buat beli komik. Ngga seperti sekarang, dulu banyak komik yang sampul plastiknya terbuka, jadi saya puas-puasin baca sebelum akhirnya beli cuma satu.  Jaman itu majalah Bobo tidak setipis sekarang. Apalagi pas edisi khusus, tebalnya bisa ngalahin kamus. Hahaha, bercanda ya, Bo. Bobo benar-benar teman bermain dan belajar saya, ada beberapa dongeng dunia yang sampai detik ini saya masih ingat. Ada juga dongeng lokal yang jadi favorit saya. Mungkin penulis Bobo sudah lupa, ada sebuah cerpen, yang memuat cerita ibu petani yang asik bekerja hingga anaknya kelaparan. Saya ingat ada syairnya: tingting gelinting, perutku sudah genting, kelaparan mau makan. Saya kemudian meniru syair tersebut dan dimarahin Mama. Beliau bilang, ngga pantas didenger orang. Oh ya, Bo. Mama adalah orang yang berjasa...

lluvia #1

'Wajahmu selalu tampak ingin menangis. Tak bisakah kau pahami? Baginya, keberadaanmu bukan apa-apa.' Aku menatap gusar pada gadis di hadapanku.

'Bagaimana denganmu? Kenapa masih terpaku padaku? Padahal kamu tau jelas keadaanku. Selamanya, mataku tertuju pada dia.' Jawabnya. Datar memang, namun dapat kurasakan guratan lukanya tiap kali ia berucap tentang lelaki itu.

'Dia tidak peduli padamu.' Ku teriakan kalimat itu sekali lagi padanya.

'Jangan. Jangan beritahu aku hal yang sudah jelas.' Ia menutupkan kedua tangan ke telinganya. 'Dada ku rasanya sakit. Hampir meledak.' Suaranya mencicit. Ia sedang berusaha menahan tangisannya.

'Ku mohon, lepaskan dirimu. Lihatlah kepadaku. Aku peduli padamu.' Perlahan kuturunkan kedua tangannya. Ia membiarkan aku mendekap erat tubuhnya. Datar. Hampa.

'Aku terbangun dengan namanya, aku terlelap dalam bayangnya. Entah aku yang bodoh karena mencintainya, atau kau yang bodoh karena mencintaiku. Ku mohon, jangan lepaskan aku.' Ia menangis. Setelah sekian lama menahan tiap tetesan, kali ini airmatanya langsung membasahi hatiku.

Hujan turun, membasuh luka hatinya.

Comments