Read This When You Want To Give Up

 I keep listing the reasons why I can't kill myself. And each day it gets shorter. Still, I live. Liking my job, taking care of others, set goals, and actually achieved it. All while still wanna die. So I try to understand, what's exactly in my brain. What's I'm looking for. What's the drive that gets me up every morning. Why I'm in constant pain. Maybe I'm just dramatic, a little bit melancholy. I know what I want is for the pain to stop. And I need to know where the bleeding is to stop it. What and who hurts me. Or No matter what and who, when and how, I need to accept and forgive. Forgive that I can't change the past, I can't change people. Accept that I only can control myself. To tough up and not let it hurts. Maybe this is not about me. Maybe the what and the who weren't aware that they hurt me. It's like a circle. While they tried to protect themselves, they unintentionally hurt others. The fact that I wanna die since 4th grade and sti

Masih Passion

Kata passion masih overrated, menurut gue. Menjelang weekend kemarin, kata ini sering banget disebutkan. 'kalau dia passion sama kerjanya, pasti dia bakalan senang hati melakukannya' begitu diputar berulang-ulang.
Gue jadi mempertanyakan passion gue. Apakah gue punya atau nggak. Karena gue melakukan segalanya setengah hati. Gue juga kepikiran, mbak dan mas rapijali di seantero sudirman-thamrin, apakah punya passion dalam bekerja? Ada gitu orang yang passionnya jadi auditor? Kalau ada mohon gue dikenalkan.
Sejauh ini kalau bahas passion pasti yang keluar jenis pekerjaan kreatif. Biasanya fashion dan fotografi menempati urutan teratas. Jadi jurnalis juga katanya mengejar passion. Creative design menempati jajaran berikutnya. Logikanya, mereka yang bekerja dengan passion jarang mengeluhkan pekerjaannya.
Sayangnya, kita gak bekerja dengan passion doang. Masih ada bos dan rekan kerja serta klien. Masih ada benturan kepentingan dengan cita-cita. Kemarin sempet baca blog jurnalis yang menyesal pindah media karena ditempatkan di desk ekonomi. Padahal menurut dia passion-nya di lifestyle. Sempet denger juga ada stylist yang jadi ogah2an gathering bareng redaksi karena benturan dengan fashion editornya. Hingga berpengaruh pada kerjaan yang adalah passion-nya dia.
Kalau kerja pake passion itu, apakah gak akan menemui titik jenuh? Kalau kerja pake passion itu, apakah gak melihat nominal gaji?
Ada hal satir tentang ini. Bagaimana si A yang lulusan luar negeri, begitu kembali ke Jakarta rela digaji 2,5 juta. Alasannya, posisi yang ditawarkan adalah passionnya dia. Tanpa A sadari, ia jadi benchmark untuk kantor itu. Kalau lulusan luar aja mau digaji 2,5 juta, masa lo yang lulusan lokal mau minta di atas itu? Perusahaan gak mau tau kalau A masih ditanggung secara finansial sama keluarganya.
Beberapa orang lainnya, mengedepankan nominal gaji dibanding passion. Mereka berkata, dari gaji besar mereka baru bisa membiayai passionnya. Makanya mereka rela lembur tiap malam dan di hari sabtu.
Kalau mau jujur, masih ada hal lain yang wajib dipertimbangkan saat mencari pekerjaan. Passion boleh salah satunya. Nominal gaji, lokasi kantor, jobdesk dan lingkungan kerja jangan sampe disepelekan cuma demi passion.
Perlu ditelaah juga kalau passion nggak selalu berbanding lurus dengan bakat seseorang.
I still work with passion, for money, to living. But im kindda lost right now.
Published with Blogger-droid v2.0.10