Read This When You Want To Give Up

 I keep listing the reasons why I can't kill myself. And each day it gets shorter. Still, I live. Liking my job, taking care of others, set goals, and actually achieved it. All while still wanna die. So I try to understand, what's exactly in my brain. What's I'm looking for. What's the drive that gets me up every morning. Why I'm in constant pain. Maybe I'm just dramatic, a little bit melancholy. I know what I want is for the pain to stop. And I need to know where the bleeding is to stop it. What and who hurts me. Or No matter what and who, when and how, I need to accept and forgive. Forgive that I can't change the past, I can't change people. Accept that I only can control myself. To tough up and not let it hurts. Maybe this is not about me. Maybe the what and the who weren't aware that they hurt me. It's like a circle. While they tried to protect themselves, they unintentionally hurt others. The fact that I wanna die since 4th grade and sti

Lets Get Physical

Jaman gue kelas 1 sd ada anak perempuan namanya Rini. Kami duduk sebangku. Anak ini sering nanya jawaban matematika ke gue. Karena gue lugu, gue kasih tau aja. Suatu hari kakak gue bilang gak boleh ngasih jawaban ke orang lain. Maka berhentilah gue ngasih jawaban ke Rini. Dia marah, gue dicubit sampe biru. Saat itu gue bingung. Gue melakukan hal yang benar. Kenapa lantas gue dijahati?
Waktu kelas 5 sd, temen gue berebutan lapangan sama anak kelas 4. Buat main galasin, cari posisi lapangan yang adem. Karena gue ketua kelas 5, gue bilang suit aja. Yang menang boleh pake lapangan duluan. Ternyata kelas 5 yang menang suit. Tapi kelas 4 gak suka dengan itu, mereka ngehasut kelas 6 dan mengkambing hitam kan gue. Waktu istirahat, kaki gue dijegal sama anak kelas enam. Lagi, gue bingung, apa ada cara gue yang salah? suit kan udah paling fair banget.
Kelas satu smp, temen gue ngadu sambil nangis, dia bilang tali bra-nya ditarik anak kelas dua. Waktu kebetulan ketemu di kantin, anak kelas dua itu melakukan hal yang sama lagi ke temen gue. Di depan mata gue. Lantas gue meng- confront si kakak kelas. Kenapa dia melakukan itu? dia bilang sebagai pelajaran, supaya besok2 tali bra-nya gak berbayang dari luar. Lantas gue bilang: apa lo gak punya cara yang lebih pintar buat ngajarin junior lo? mungkin lo harus lebih dulu belajar soal ukuran rok di bawah lutut. Pertemuan berikutnya, si kakak kelas mendorong gue ke selokan.
Saat itu gue berpikir. I did the right thing, did i? lantas kenapa gue malah dijahati? Apa karena ada pihak yang merasa terancam dengan ke-vokal-an gue? Lantas merepresi gue dengan satu satunya senjata mereka. Fisik.
Beberapa waktu lalu, gue juga sempet ditabrak di tangga dan ditolak untuk semobil bareng. Karena kalimat: 'kalau yang liputan konser beda beda, nanti promotornya bingung' yang gue anggap really stupid statement. Lagipula secara logika gak ada yang salah dari reporter yang meminta liputan konser. Dimana pun, hal itu wajar terjadi.
Dari semua itu, gue paling gak habis pikir kenapa harus pake gesekan fisik? i mean i hold redbelt in tae kwon do. Nggak lantas gue menyelesaikan urusan pake fisik kan? Karena itukan cara orang primitif menyelesaikan masalah. Lagian lidah dan permainan otak bisa menyakiti lebih dalam, lebih parah. Without collateral damage.
I win the battle. I win the war. And those miserable people stay where they are, because they have nowhere to go. Kecuali ring smackdown, mungkin.
Published with Blogger-droid v2.0.9