Read This When You Want To Give Up

 I keep listing the reasons why I can't kill myself. And each day it gets shorter. Still, I live. Liking my job, taking care of others, set goals, and actually achieved it. All while still wanna die. So I try to understand, what's exactly in my brain. What's I'm looking for. What's the drive that gets me up every morning. Why I'm in constant pain. Maybe I'm just dramatic, a little bit melancholy. I know what I want is for the pain to stop. And I need to know where the bleeding is to stop it. What and who hurts me. Or No matter what and who, when and how, I need to accept and forgive. Forgive that I can't change the past, I can't change people. Accept that I only can control myself. To tough up and not let it hurts. Maybe this is not about me. Maybe the what and the who weren't aware that they hurt me. It's like a circle. While they tried to protect themselves, they unintentionally hurt others. The fact that I wanna die since 4th grade and sti

Fever Nightmare

Saya jarang banget sakit, thanks to O type blood in my vein. Dan kalo saya sakit, cuma keliatan dari mata saya yang nggak bersemangat. Anyhow, kemarin saya kena demam, sejak terakhir entah kapan. Pulang kantor, saya langsung tidur. Lalu mimpi itu muncul.

Tiap kali demam, saya punya nightmare yang datang berulang-ulang. Ada 2 kodok ijo super besar yang loncat-loncat di trampolin. Saya terikat di antaranya. Merasa kesakitan tiap kali trampolin bergoyang. Merasa panas tiap kali kulit si kodok menyentuh saya. Dehidrasi. Namun tidak diijinkan minum. Karena takut pada mimpi itu, saya berusaha untuk tidak demam.

Semalam, I got another fever nightmare. Kali ini tanpa kodok. Diawal mimpi, saya berada di depan sebuah kastil. Tua dan berhantu. Namun cahaya siang hari masuk dengan mudah melalui jendela-jendela besar yang transparan. Lalu ada empat orang duduk di sofa mewah membicarakan betapa mahal dan antiknya lampu-lampu dalam kastil itu.

Saya berada di luar kastil, cahaya mataharinya menyengat dan membuat kulit saya sakit. Ada anak kecil yang menyerahkan kamera pada saya. Saya langsung membidik sisi -sisi kastil untuk difoto. Dari luar jendela, saya mengarahkan kamera ke lampu di dalam kastil.

Lalu ada suara besar yang mengerikan. Ada rasa sakit di punggung saya, dan saya tau harus membawa si anak kecil lari dari situ. Turun dari lampu. Itu, tangan yang besar, jemari panjang dengan kuku tajam, hampir menangkap saya. Sambil menggendong si anak kecil, saya hendak memperingati orang-orang di dalam kastil.

Too late. Ada cakar-cakar besar mengerogoti tubuh orang-orang itu. Menembus dari jantung hingga ke punggung. Empat orang itu cuma merasa ada yang salah dengan punggung mereka. Namun tetap menikmati keindahan lampu. Tersembunyi di sudut salah satu pilar, sepasang mata melihat saya. Selamatkan mereka dan kamu jadi korban penggantinya. Pergilah, pergi dengan anak dalam gendonganmu.

Lewat tengah malam, saya terbangun dengan tubuh penuh keringat. Demam saya sudah turun.

Comments