Read This When You Want To Give Up

 I keep listing the reasons why I can't kill myself. And each day it gets shorter. Still, I live. Liking my job, taking care of others, set goals, and actually achieved it. All while still wanna die. So I try to understand, what's exactly in my brain. What's I'm looking for. What's the drive that gets me up every morning. Why I'm in constant pain. Maybe I'm just dramatic, a little bit melancholy. I know what I want is for the pain to stop. And I need to know where the bleeding is to stop it. What and who hurts me. Or No matter what and who, when and how, I need to accept and forgive. Forgive that I can't change the past, I can't change people. Accept that I only can control myself. To tough up and not let it hurts. Maybe this is not about me. Maybe the what and the who weren't aware that they hurt me. It's like a circle. While they tried to protect themselves, they unintentionally hurt others. The fact that I wanna die since 4th grade and sti

Pecinan in Jakarta



Once Upon a Time in Pecinan
Ngga bisa dipungkiri, kebudayaan Tionghoa masih lekat banget dengan kita. So, kali ini kita akan keliling di tempat-tempat dengan nuansa Tionghoa di sekitar Jakarta.

Petak 9 Glodok
Kawasan Glodok di Jakarta Barat emang identik dengan pemukiman kaum Tionghoa yang punya cerita tersendiri. Salah satunya adalah Petak Sembilan, kawasan pecinan tua ini dapat dikenali dari bangunan rumah toko baik yang masih beroperasi atau pun tidak.  Suasana dan tata letaknya juga mengingatkan kita pada settingan di film-film Mandarin. Lengkap dengan lorong-lorong sempit penuh pedagang dan klenteng yang terpelihara dengan baik.
Klenteng besar yang menjadi pusat perhatian di Petak Sembilan adalah Klenteng Dharma Bhakti atau Jin De Yuan, artinya Klenteng Kebajikan Emas. Didominasi dengan warna merah yang berarti kemakmuran, di halaman depan klenteng juga terdapat gazebo berbentuk persegi lapan sebagai lambang Delapan Mata Angin dalam ilmu Feng Shui Cina. Di komplek yang sama terdapat dua klenteng lagi, saat Gogirl! berkunjung, sedang ada persiapan perayaan Cio-ko untuk para dewa yang menjadi tuan rumah klenteng tersebut. Selain digunakan sebagai tempat peribadatan, klenteng ini juga salah satu objek wisata, loh. Jadi ngga usah heran kalau banyak yang mengambil gambar atau bahkan syuting di sini.
Kita bisa lebih leluasa menelusuri kawasan Petak Sembilan dengan berjalan kaki mulai dari Jalan Pancoran. Jika menggunakan kendaraan umum, Petak Sembilan dapat dicapai dengan TransJakarta dan turun di halte Glodok. Saran Gogirl! nih, ngga usah bawa kendaraan pribadi, selain bikin macet, kita juga ngga bisa puas jalan menembus lorong-lorong di sini. Perjalanan Gogirl! mulai dari Klenteng Dharma Bhakti, begitu keluar klenteng, ada lorong utama dipenuhi oleh pedagang kaki lima dan ruko-ruko. Sebagian besar ruko menjual peralatan sembahyang dan pernikahan adat Tionghoa, sedangkan untuk kedai-kedai makanan, baru dibuka menjelang sore. Salah satu kedai yang popular adalah Fay Kie milik Jong Wong Yu yang menjual kue bulan khas Cina dan menu utamanya babi panggang. Yup, bagi yang pantang makan babi, kudu banyak nanya nih, soalnya sebagian besar kedai di Petak Sembilan menggunakan daging dan minyak babi. Buat penyuka bakpau, cobain juga ragam pilihan bakpau di kedai Ming Yen, dengan harga mulai dari Rp 15.000.

Cina Benteng di Tangerang
Kawasan berikutnya yang lekat dengan budaya Tionghoa adalah Tangerang. Ada sejarah lokal di Tangerang mengatakan pada awalnya, keturunan Tionghoa di Tangerang dibawa oleh pelaut bermarga Tang. Nah, dari situlah nama Tangerang berasal yang artinya orang-orang bawahan Tang. Keturunan Tionghoa di Tangerang juga punya sebutan lain, yaitu Cina Benteng karena pada awal pemerintahan Belanda, penduduk keturuan Tionghoa ini tinggal di sekitar Benteng Makassar.
Sejarah Cina Benteng juga ngga bisa dipisahin dari keberadaan Klenteng Boen Tek Bio. Klenteng dibangun sekitar tahun 1750 di perkampungan Petak Sembilan. Eits, jangan salah, menurut ilmu Feng Shui, tempat tinggal yang paling baik memang di Petak Sembilan. Makanya kebanyakan kawasan Pecinan berkembang di jalan-jalan yang membentuk sembilan petak. Jika diibaratkan huruf Cina, Petak Sembilan memiliki kesamaan dengan huruf Wang  yang berarti raja. Perkampungan inilah yang berkembang menjadi kawasan Pasar Lama.
Menuju ke klenteng, kita harus berjalan kaki terlebih dahulu sekitar 100 meter melewati pasar tradisional. Di pasar ini masih tersedia aneka macam barang yang sulit kita dapatkan di pasar modern. Sebelum reformasi, keberadaan adat tradisional Tionghoa terasa banget di sini. Kehidupan klenteng benar-benar semarak dengan perayaan hari besar Tionghoa sampai lomba balap perahu di Sungai Cisadane. Klenteng Boen Tek Bio juga punya tradisi mengarak Toapekong. Biasanya nih, perayaan hari besar yang diadakan klenteng Boen Tek Bio menjadi salah satu objek wisata yang menarik di Tangerang. Yang khas dari klenteng ini adalah lilin-lilin berukuran tubuh manusia di bagian depan klenteng. Rupanya lilin ini merupakan lambang terima kasih para peziarah kepada Dewi Kwan Im atas terkabulnya doa mereka.

Kampung Cina di Kota Wisata Cibubur
Tempat yang satu ini emang bukan hasil sejarah, tapi sengaja dibuat untuk tujuan wisata dan belanja. Buat yang suka belanja dan lagi nyari pernak-pernik bertema Cina, di sini tempatnya. Menariknya Kampung Cina, karena tempat belanja ini berada di kawasan dengan arsitektur Cina. Dari mulai gerbang utama, Gerbang Kemakmuran, yang merupakan duplikasi dari pintu masuk Kota Terlarang di Cina, kios-kios dengan dominasi warna merah hingga jembatan dengan kolam ikan mas di bawahnya. Sepanjang jalan setapak di Kampung Cina disediakan kursi-kursi taman, persis kayak suasana taman kerajaan dinasti Cina di masa lalu.
Pernak-pernik yang dijual masih berhubungan dengan konsep Kampung Cina, yaitu barang-barang yang menggambarkan negara Cina. Paling banyak dijual di sini adalah baju chongsam (baju merah dengan kerah dan kancing khas orang Tionghoa), payung, tas, dompet dengan bordiran khas Cina, patung-patung untuk pajangan dan pernak-pernik lainnya. Tetapi, ada pula kios-kios yang menjual topi atau tas yang tidak bernuansa negeri Cina.

Teks: Shinta -- Foto: Arman Yonathan
Gogirl! Magazine vol. 80